Rabu, 30 April 2014

KONBVERENSI INTERNASIONAL

Latar Belakang
Perlindungan dalam hak cipta secara domestik saja tidak cukup dan kurang bermanfaat bagi menumbuhkan kreativitas para pencipta, karena suatu upaya untuk mendorong kemajuan dibidang karya cipta ini sangat berarti jika perlindungan itu dijamin disetiap saat dan tempat, sehingga kepastian hukum yang diharapkan itu benar-benar diperoleh. Perlindungan hak cipta ini terdiri atas 2 konvensi internasional yaitu Berner Convention dan Universal Copyright Convention (UCC). Tujuan dari konvensi-konvensi tersebut antara lain standarisasi, pembahasan masalah baru, tukar menukar informasi, perlindungan mimimum dan prosedur mendapatkan hak.

Sejarah hak cipta di Indonesia
Pada tahun 1958, Perdana Menteri Djuanda menyatakan Indonesia keluar dari Konvensi Bern agar para intelektual Indonesia bisa memanfaatkan hasil karya, cipta, dan karsa bangsa asing tanpa harus membayar royalti.
Pada tahun 1982, Pemerintah Indonesia mencabut pengaturan tentang hak cipta berdasarkan Auteurswet 1912 Staatsblad Nomor 600 tahun 1912 dan menetapkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta, yang merupakan undang-undang hak cipta yang pertama di Indonesia[1]. Undang-undang tersebut kemudian diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997, dan pada akhirnya dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 yang kini berlaku. Perubahan undang-undang tersebut juga tak lepas dari peran Indonesia dalam pergaulan antarnegara. Pada tahun 1994, pemerintah meratifikasi pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization – WTO), yang mencakup pula Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Propertyrights - TRIPs ("Persetujuan tentang Aspek-aspek Dagang Hak Kekayaan Intelektual"). Ratifikasi tersebut diwujudkan dalam bentuk Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994. Pada tahun 1997, pemerintah meratifikasi kembali Konvensi Bern melalui Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1997 dan juga meratifikasi World Intellectual Property Organization Copyrights Treaty ("Perjanjian Hak Cipta WIPO") melalui Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 19972.

Konvensi Internasional Tentang Universal Copyright Convention (UCC)

Universal Copyright Convention mulai berlaku pada tanggal 16 September 1955. Konvensi ini mengenai karya dari orang-orang yang tanpa kewarganegaraan dan orang-orang pelarian. Ini dapat dimengerti bahwa secara internasional hak cipta terhadap orang-orang yang tidak mempunyai kewarganegaraan atau orang-orang pelarian, perlu dilindungi. Dengan demikian salah satu dari tujuan perlindungan hak cipta tercapai.
Dalam hal ini kepentingan negara-negara berkembang di perhatikan dengan memberikan batasan-batasan tertentu terhadap hak pencipta asli untuk menterjemahkan dan diupayakan untuk kepentingan pendidikan, penelitian dan ilmu pengetahuan.
Konvensi bern menganut dasar falsafah eropa yang mengaggap hak cipta sebagai hak alamiah dari pada si pencipta pribadi, sehingga menonjolkan sifat individualis yang memberikan hak monopoli.
Universal Copyright Convention mencoba untuk mempertemukan antara falsafah eropa dan amerika yang memandang hak monopoli yang diberikan kepada si pencipta diupayakan untuk memperhatikan kepentingan umum. Universal Copyright Convention mengganggap hak cipta ditimbulkan karena adanya ketentuan yang memberikan hak kepada pencipta, sehingga ruang lingkup dan pengertian hak mengenai hak cipta itu dapat ditentukan oleh peraturan yang melahirkan hak tersebut.

Konvensi Internasional Tentang Berner Convention
Konvensi Bern atau Konvensi Berne, merupakan persetujuan internasional mengenai hak cipta, pertama kali disetujui di Bern, Swiss pada tahun 1886. Konvensi Bern mengikuti langkah Konvensi Paris pada tahun 1883, yang dengan cara serupa telah menetapkan kerangka perlindungan internasional atas jenis kekayaan intelektual lainnya, yaitu paten, merek, dan desain industri. Sebagaimana Konvensi Paris, Konvensi Bern membentuk suatu badan untuk mengurusi tugas administratif. Pada tahun 1893, kedua badan tersebut bergabung menjadi Biro Internasional Bersatu untuk Perlindungan Kekayaan Intelektual (dikenal dengan singkatan bahasa Prancisnya, BIRPI), di Bern.

Pada tahun 1960, BIRPI dipindah dari Bern ke Jenewa agar lebih dekat ke PBB dan organisasi-organisasi internasional lain di kota tersebut, dan pada tahun 1967 BIRPI menjadi WIPO, Organisasi Kekayaan Intelektual Internasional, yang sejak 1974 merupakan organisasi di bawah PBB. Konvensi Bern mewajibkan negara-negara yang menandatanganinya melindungi hak cipta dari karya-karya para pencipta dari negara-negara lain yang ikut menandatanganinya (yaitu negara-negara yang dikenal sebagai Uni Bern), seolah-olah mereka adalah warga negaranya sendiri. Artinya, misalnya, undang-undang hak cipta Prancis berlaku untuk segala sesuatu yang diterbitkan atau dipertunjukkan di Prancis, tak peduli di mana benda atau barang itu pertama kali diciptakan.
Namun demikian, sekadar memiliki persetujuan tentang perlakuan yang sama tidak akan banyak gunanya apabila undang-undang hak cipta di negara-negara anggotanya sangat berbeda satu dengan yang lainnya, karena hal itu dapat membuat seluruh perjanjian itu sia-sia. Apa gunanya persetujuan ini apabila buku dari seorang pengarang di sebuah negara yang memiliki perlindungan yang baik diterbitkan di sebuah negara yang perlindungannya buruk atau malah sama sekali tidak ada? Karena itu, Konvensi Bern bukanlah sekadar persetujuan tentang bagaimana hak cipta harus diatur di antara negara-negara anggotanya melainkan, yang lebih penting lagi, Konvensi ini menetapkan serangkaian tolok ukur minimum yang harus dipenuhi oleh undang-undang hak cipta dari masing-masing negara. Hak cipta di bawah Konvensi Bern bersifat otomatis, tidak membutuhkan pendaftaran secara eksplisit.

Konvensi Bern menyatakan bahwa semua karya, kecualiberupa fotografi dan sinematografi, akan dilindungi sekurang-kurangnya selama50 tahun setelah si pembuatnya meninggal dunia, namun masing-masing negaraanggotanya bebas untuk memberikan perlindungan untuk jangka waktu yang lebihlama, seperti yang dilakukan oleh Uni Eropa dengan Petunjuk untukmengharmonisasikan syarat-syarat perlindungan hak cipta tahun 1993. Untukfotografi, Konvensi Bern menetapkan batas mininum perlindungan selama 25 tahunsejak tahun foto itu dibuat, dan untuk sinematografi batas minimumnya adalah 50tahun setelah pertunjukan pertamanya, atau 50 tahun setelah pembuatannyaapabila film itu tidak pernah dipertunjukan dalam waktu 50 tahun sejakpembuatannya.
Konvensi Bern direvisi di Paris pada tahun 1896 dan diBerlin pada tahun 1908, diselesaikan di Bern pada tahun 1914, direvisi di Romapada tahun 1928, di Brussels pada tahun 1948, di Stockholm pada tahun 1967 dandi Paris pada tahun 1971, dan diubah pada tahun 1979.Pada Januari 2006, terdapat 160 negara anggotaKonvensi Bern. Sebuah daftar lengkap yang berisi para peserta konvensi initersedia, disusun menurut nama negara atau disusun menurut tanggalpemberlakuannya di negara masing-masing.Keikutsertaansuatu negara sebagai anggota Konvensi Bern memuat tiga prinsip dasar, yangmenimbulkan kewajiban negara peserta untuk menerapkan dalam perundang-undangannasionalnya di bidang hak cipta, yaitu:

a. Prinsipnationaltreatment
Prinsipnationaltreatment
• Ciptaan yang berasal dari salah satu negara peserta perjanjian harus mendapatperlindungan hukum hak cipta yang sama seperti diperoleh ciptaan seorangpencipta warga negara sendiri


b. Prinsip automatic protection
Prinsip automatic protection
• Pemberian perlindungan hukum harus diberikan secara langsung tanpa harus memenuhi syarat apapun (no conditional upon compliance with any formality)

c. Prinsip independence of protection

Prinsipindependenceof protection
• Bentukperlindungan hukum hak cipta diberikan tanpa harus bergantung kepada pengaturanperlindungan hukum Negara asal pencipta

Konvensi bern yang mengatur tentang perlindungan karya-karya literer (karya tulis) dan artistic, ditandatangani di Bern pada tanggal 9 Septemver 1986, dan telah beberapa kali mengalami revisi serta pentempurnaan-pentempurnaan. Revisi pertama dilakukan di Paris pada tanggal 4 Mei 1896, revisi berikutnya di Berlin pada tanggal 13 November 1908. Kemudian disempurnakan lagi di Bern pada tanggal 24 Maret 1914. Selanjutnya secara berturut-turut direvisi di Roma tanggal 2 juni 1928 dan di Brussels pada tanggal 26 Juni 1948, di Stockholm pada tanggal 14 Juni 1967 dan yang paling baru di Paris pada tanggal 24 Juni 1971. Anggota konvensi ini berjumlah 45 Negara. Rumusan hak cipta menutut konvensi Bern adalah sama seperti apa yang dirimuskan oleh Auteurswet 1912.
Objek perlindungan hak cipta dalam konvensi ini adalah karya-karya sastra dan seni yang meliputi segala hasil bidang sastra, ilmiah dan kesenian dalam cara atau bentuk pengutaraan apapun. Suatu hal yang terpenting dalam konvensi bern adalah mengenai perlindungan hak cipta yang diberikan terhadap para pencipta atau pemegang hak. Perlindungan diberikan pencipta dengan tidak menghiraukan apakah ada atau tidaknya perlindungan yang diberikan. Perlindungan yang diberikan adalah bahwa sipencipta yang tergabung dalam negara-negara yang terikat dalam konvensi ini memperoleh hak dalam luas dan berkerjanya disamakan dengan apa yang diberikan oleh pembuat undang-undang dari negara peserta sendiri jika digunakan secara langsung perundang-undanganya terhadap warga negaranya sendiri.
Pengecualian diberikan kepada negara berkembang (reserve). Reserve ini hanya berlaku terhadap negara-negara yang melakukan ratifikasi dari protocol yang bersangkutan. Negara yang hendak melakukan pengecualian yang semacam ini dapat melakukannya demi kepentingan ekonomi, sosial, atau budaya.

SUMBER :
http://rayitabagastya.blogspot.com/2013/06/konvensi-konvensi-internasional.html

UNDANG UNDANG PERINDUSTRIAN


Latar Belakang
Hukum Industri adalah ilmu yang mengatur masalah perindustrian yang berada di Indonesia bahkan di dunia. Hukum industri mengatur bangaimana cara perusahaan mengatur perusahaannya dan sanksi-sanksi apa saja yang akan diterima jika perusahaan tersebut melanggar sanksi tersebut. Hukum industri dapat dikatakan sebagai acuan atau pedoman dalam suatu tatanan dunia industri. Dengan adanya hukum industri, maka setiap perusahaan industri dapat mengatur segala hal yang berkaitan  dengan industri. Hal tersebut tentunya bisa mengurangi hal-hal mengenai penyimpangan hukum industri yang dapat merugikan masyarakat. Sedangkan tanpa adanya hukum industri, perusahaan akan sewenang-wenang dalam segala hal hanya karena ingin mencapai keuntungan yang maksimal tanpa memperhatikan kehidupan masyarakat.
Dalam hukum Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984, dinyatakan bahwa untuk mencapai sasaran pembangunan di bidang ekonomi dalam pembangunan nasional, industri memegang peranan yang menentukan dan oleh karenanya perlu lebih dikembangkan secara seimbang dan terpadu dengan meningkatkan peran serta masyarakat secara aktif serta mendayagunakan secara optimal seluruh sumber daya alam, manusia, dan dana yang tersedia. Penggunaan sumber daya alam yang sesuai dengan Undang-undang tanpa merugikan negara, misalnya dengan menggundulkan hutan yang akan mengakibatkan tanah longsor dan banjir. Maka untuk itu diperlukannya hukum yang mengatur penggunaan sumber daya alam.

UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN
Undang-undang mengenai perindustrian di atur dalam UU. No. 5 tahun 1984, yang mulai berlaku pada tanggal 29 juni 1984.Undang-undang no.5 tahun 1984 mempunyai sistematika sebagai berikut:
Dalam bab ini pada pasal I UU. No 1 tahun1984 menjelaskan mengenai peristilahan perindustrian dan industri serta yang berkaitan dengan kedua pengertian pokok tersebut. Dalam UU No.5 tahun 1984 yang dimaksud dengan:

1.  Perindustrian adalah segala kegiatan yang berkaitan dengan kegiatan industri.
2.  Industri dimana merupakan suatu proses ekonomi yang mengolah bahan metah, bahan baku, dan bahan        setengah jadi menjadi barang jadi yang mempunyai nilai ekonomi yang tinggi.
3.  Kelompok industri sebagai bagian utama dari perindustrian yang terbagi dalam tiga kelompok yakni              industri kecil, industri media, dan industri besar. Dan menjelaskan beberapa peristilahan lain yang                  berkenaan dengan perindustrian.

      Kemudian pada pasal 2 UU No 5 tahun 1984 mengatur mengenai landasan dari pembangunan industri, dimana landasan pembangunan industri di Indonesia berlandaskan pada:
a.   Demokrasi ekonomi, dimana sedapat mungkin peran serta masyarakat baik dari swasta dan koprasi            jangan sampai memonopoli suatu produk.
b.  Kepercayaan pada diri sendiri, landasan ini dimaksudkan agar masyarakat dapat membangkitkan dan            percaya pada kemampuan diri untuk dalam pembangunan industri.
c.  Manfaat dimana landasan ini mengacu pada kegiatan industri yang dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya        bagi masyarakat.
d.  Kelestarian lingkungan hidup pada prinsipnya landasan ini mengharapkan adanya keseimbangan antara          sumber daya alam yang ada serta kelestarian lingkungan guna masa depan generasi muda.
e.  Pembangunan bangsa dimaksudkan dalam pembangunan industri harus berwatak demokrasi ekonomi.
          Dalam pasal 3 mengenai tujuan dari pembangunan industri setidaknya ada sekitar 8 tujuan dari pembangunan industri yakni:
a.   meningkatkan kemakmuran rakyat.
b.  meningkatkan pertumbuhan ekonomi sehingga adanya keseimbangan dalam masyarakat yakni dalam hal ekonomi.
c.  Dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi diharapkan dapat pula menciptakan kemampuan dan penguasaan terhadap teknologi yang tepat guna.
d. Dengan meningkatnya kemampuan dari lapisan masyarakat sehingga peran aktif terhadap pembangunan industri juga semakin meningkat.
e.  Dengan semakin meningkatnya pembangunan industri diharapkan dapat memperluas lapangan kerja
f.  Selain meningkatnya lapangan kerja dengan adanya pembangunan industri dapat pula meningkatkan penerimaan devisa .
g.  Selain itu pembangunan dan pengembangan industri merupakan sebagai penunjang pembangunan daerah
h.  Dengan semakin meningkatnya pembanguna daerah pada setiap propinsi di harapkan stabilitas nasional akan terwujud.
          Kemudian dalam pasal 4 UU. No.5 tahun1984 mengatur mengenai masalah cabang industri. Dimana berkaitan dengan pasal 33 UUD 1945 bahwa setiap cabang industri dikuasai oleh Negara. Penguasaan Negara ini dimaksudkan agar tidak ada monopoli namun digunakakan sebagai kemantapan stabilitas nasional.
           Kemudian dalam pasal 5 UU. No.5 tahun 1984 mengatur mengenai bidang usaha dan jenis indutri, dimana pemerintah mengelompokan industri dalam tiga jenis industri yakni:
1.   Industri kecil termasuk didalamnya keterampilan tradisional dan pengerajin yang menghasilkan benda seni.
2.  Selain industri kecil pemerintah juga menetapkan industri khusus untuk penanaman modal.Sedangkan untuk pengaturan, pembinaan, dan pengembangan industri diatur dalam pasal 7 UU No.5 tahun1984.

SUMBER : http://hendiherdian93.blogspot.com/2012/07/uu-perindustrian.html
       http://hukumindustri.blogspot.com/2010/03/perinddustrian-di-indonesia.html

HAK PATEN


4.1        PENDAHULUAN
             Bersamaan dengan berkembangnya teknologi industri, tidak sedikit masyarakat yang mengembangkan produksi dan inovasi baik di bidang industrialisasi maupun bidang ilmu lainnya. Bahkan banyak masyarakat yang menciptakan atau menemukan hal-hal baru. Hal ini sangat membantu masyarakat lainnya dalam berinovasi. Namun dibutuhkan perlindungan hak dari penemuan baru tersebut. Perlindungan hak ini dapat disebut dengan hak paten.
             Pada umumnya hak paten digunakan oleh penghasil karya  di berbagai bidang ilmu. Ada ketentuan khusus bagi penghasil karya untuk diberikan hak paten atas karya baru yang ditemukannya.
             Definisinya hak paten, atau lebih sering disebut Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil Invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri Invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya.

 4.2      PENGGUNAAN HAK PATEN
 Paten melindungi sebuah ide. Berbeda dengan hak cipta yang melindungi sebuah karya. seseorang masih berhak membuat karya lain yang fungsinya sama asalkan tidak dibuat berdasarkan karya orang lain yang memiliki hak cipta.Sedangkan pada paten, seseorang tidak berhak untuk membuat sebuah karya yang cara bekerjanya sama dengan sebuah ide yang dipatenkan.
 Berdasarkan intisari dari undang-undang tentang paten bahwa pemegang hak paten memiliki hak eklusif atas paten yang dimilikinya dan melarang orang lain tanpa persetujuannya untuk membuat, menjual, mengimpor, menyewa, menyerahkan, memakai, menyediakan untuk di jual atau disewakan atau diserahkan produk yang di beri paten. Pemegang Paten berhak memberikan lisensi kepada orang lain berdasarkan surat perjanjian lisensi. Pemegang Paten berhak menggugat ganti rugi kepada siapapun, yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam butir undang-undang tentang paten.

 4.3       UNDANG-UNDANG HAK PATEN
 Menurut UU Nomor 14 Tahun 2001, paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil Invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri Invensinya tersebut  atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya.
 Pengaturan hak paten di Indonesia sebelum keluarnya UU no. 6/1989 yang telah diperbaharui dengan UU No.13/1997 dan terakhir dengan UU No. 14 Tahun 2001 tentang paten adalah berdasarkan Octoiwet  1910 hingga keluarnya pengumuman Menteri Kehakiman tertanggal 12 Agustus 1953 No. J.S 5/41/4 tentang pendaftaran sementara oktroi dan pengumuman Menteri Kehakiman tertanggal 29 Oktober 1953 J.G. 1/2/17 tentang permohonan sementara oktroi dari luar negeri.
Sumber : http://www.dgip.go.id/produk-hukum-hki
              http://id.wikipedia.org/wiki/Paten 
              http://www.hakpaten.net/hak-paten-pengertian-hak-paten /

HAK CIPTA


3.1 PENDAHULUAN HAK CIPTA
 Hak Cipta, merupakan bagian yang terbesar dari Hak Kekayaan Intelektual atau Intellectual Property Rights. Hak ini merupakan hak khusus dari pencipta, yang dalam dunia perbukuan disebut pengarang.
 Belakangan ini pelanggaran atas karya cipta dalam penerbitan semakin marak dan telah mengakibatkan masyarakat perbukuan tidak lagi mendapatkan perlakuan yang layak, hal ini dapat dilihat dari produk bajakan yang diedarkan secara terbuka dan terang-terangan tanpa adanya rasa ketakutan melanggar hukum, di mana undang-undang hak ciptanya telah diberlakukan.
 Pada dasarnya, hak cipta merupakan "hak untuk menyalin suatu ciptaan". Hak cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya pula, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas. Hak cipta berlaku pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau "ciptaan". Ciptaan tersebut dapat mencakup puisi, drama, serta karya tulis lainnya, film, karya-karya koreografis (tari, balet, dan sebagainya), komposisi musik, rekaman suara, lukisan, gambar, patung, foto, perangkat lunak komputer, siaran radio dan televisi, dan (dalam yurisdiksi tertentu) desain industri.
 3.2       PENGGUNAAN HAK CIPTA
             Terkait dengan penggunaannya, hak cipta merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual, namun hak cipta berbeda secara mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti paten, yang memberikan hak monopoli atas penggunaan invensi), karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukannya.
             Pada pasal 49 UU Nomor 19 Tahun 2002 terkait hak cipta, pelaku memiliki hak eksklusif untuk memberikan izin atau melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak, atau menyiarkan rekaman suara dan/atau gambar pertunjukannya. Ini berarti bahwa pemilik hak cipta diberi perlindungan atas karya yang ia ciptakan. Namun sekali lagi ditegaskan bahwa hak cipta bukan hak memonopoli sesuatu.
             Ciptaan yang dilindungi hak cipta di Indonesia dapat mencakup misalnya buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, ceramah, kuliah, pidato, alat-alat peraga yang dibuat untuk kepentingan-kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan, lagu atau musik dengan atau tanpa teks, drama, drama kolosal, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, pantomim, seni rupa dalam segala bentuk (seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan), arsitektur, peta, seni batik (dan karya tradisional lainnya seperti seni songket dan seni ikat), fotografi, sinematografi, dan tidak termasuk desain industri (yang dilindungi sebagai kekayaan intelektual tersendiri). Ciptaan hasil pengalihwujudan seperti terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai (misalnya buku yang berisi kumpulan karya tulis, himpunan lagu yang direkam dalam satu media, serta komposisi berbagai karya tari pilihan), dan database dilindungi sebagai ciptaan tersendiri tanpa mengurangi hak cipta atas ciptaan asli (UU 19/2002 pasal 12).
 Fungsi dari Hak Cipta itu sendiri adalah memberikan Hak atau kekuasaan terhadap pencipta atau pemegang hak cipta untuk memberikan izin atau melarang orang lain yang tanpa persetujuannya menyewakan ciptaan tersebut untuk kepentingan yang bersifat komersial..

 3.3 UNDANG-UNDANG HAK CIPTA
 Di Indonesia, masalah hak cipta diatur dalam Undang-undang Hak Cipta, yaitu, yang berlaku saat ini, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002. Dalam undang-undang tersebut, pengertian hak cipta adalah "hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku" (pasal 1 butir 1).

 Pengaturan hak cipta tertulis pada UUD No 19 Tahun 2002 tentang hak cipta yang menjelaskan segala hal terkait pencipta, ciptaan, perlindungan, lisensi dan hak-hak lainnya. Dimana tertulis beberapa kententuan seperti:
1.      Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.      Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu Ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.
3.      Ciptaan adalah hasil setiap karya Pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, atau sastra.
4.      Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta sebagai Pemilik Hak Cipta, atau pihak yang menerima hak tersebut dari Pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut.

Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Hak_cipta
              http://www.dgip.go.id/produk-hukum-hki

              http://id.wikisource.org/wiki/Undang-Undang_Republik_Indonesia_Nomor_19_Tahun_2002